Februari 09, 2012

bagaimana jika aku jadi dia ?

jadi seorang penonton tampaknya memang sangat menyenangkan, tapi sesungguhnya membuat kita menjadi seseorang yang tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah karena kita hanya sebagai penonton yang tidak pernah mengalami hal tersebut.


berbicara itu mudah, mengungkapkan pendapat dan men-judge seseorang sangat cepat terlontar tanpa kita tau yang sesungguhnya. namun, bagaimana jika kita berada di posisi orang tersebut ? apakah pernah kita memikirkan bila kita menjadi seseorang yang melakukan sedikit kesalahan namun orang di luar sana mengganggap kita orang jahat yang memiliki kesalahan sangat besar.

jika emosi memuncak memang sulit rasanya untuk memendam kata kata yang seharusnya tak sempat terucap dari mulut kita. aku pun tak mengingkari hal tersebut karena hingga saat ini pun aku masih belajar untuk mengontrol emosi ku sendiri.

beberapa minggu yang lalu, dua orang sahabat ku yang sedang menjalin hubungan spesial karena "cinlok" alias cinta lokasi dalam satu kelas memiliki masalah yang bermula dari tertutupnya sang lelaki ketika ia merasa ada masalah yang tidak diungkapkan langsung pada kekasihnya tetapi di pendam sendiri dalam hatinya, sebut saja lelaki itu rian dan kekasihnya adalah alia.

setelah merasa terlalu banyak hal yang ia pendam sendiri, rian pun mulai menceritakan masalahnya padaku. aku sebagai teman sekaligus sahabat mereka akan berusaha memberikan solusi yang terbaik bagi mereka berdua. rian yang sudah mulai merasa tak nyaman dengan hubungan tersebut aku saran kan agar ia berpikir kembali untuk tidak mengakhiri hubungannya dengan alia. yang terlintas dalam benak ku saat itu adalah hal yang tak bisa kubayangkan bila mereka berpisah karena adanya perubahan sikap rian dan alia yang sempat membuat beberapa orang di sekeliling mereka yaitu teman sekelas kami agak geram.

aku tertawa kecil dalam hati ketika rian berkata "eh, aku bilang sama alia kalau aku pergi ke tempat tian. kalau tau aku ketemu kamu sama dwi ..." ternyata alia masih saja merasa cemburu bila rian berbincang dengan ku dan dwi. aku, dwi, dan rian sesungguhnya adalah sahabat yang sejak awal bertemu merasa cocok  dalam beberapa hal dan tak pernah terlintas sedikit pun di otak kami tentang adanya cinta diantara kami. apa yang aku ungkapkan ini bukan tanpa alasan. pertama, aku sudah memiliki kekasih, walaupun kami menjalin hubungan jarak jauh tapi rasa diantara kami tak pernah hilang, kedua, dwi dan rian berbeda keyakinan dan mereka sama sama umat yang taat pada keyakinannya masing masing.

beberapa hari setelah rian mengungkapkan uneg unegnya aku mendapat pesan singkat dari alia yang menjelaskan bahwa ia ingin bertemu dengan ku. saat itu waktu yang ku miliki memang sangat terbatas tapi perasaan ku berkata bahwa alia sangat membutuhkan ku. akhirnya ia pun datang menghampiriku yang sedang berkemas.

wajah yang terlihat sedikit pucat dengan ekspresi emosi dan mata merah dilengkapi dengan air mata yang akan segera tumpah sangat tergambar jelas di wajah alia. melihat hal itu aku pun membawanya langsung ke kamar ku dan air mata itu pun keluar dengan cepat. hanya beberapa kata yang terlontar darinya saat itu. aku berusaha menenangkannya dengan cara ku.

merasa sedikit lebih tenang, alia kemudian menceritakan alasannya datang menemui ku. apa yang ia ungkapkan sama persis dengan apa yang rian ceritakan padaku. aku sempat merasa bingung bagaimana menanggapi pernyataan alia. saat itu aku merasa bukan hak ku bila mengungkapkan apa yang dikatakan rian kepada ku beberapa hari sebelumnya. hingga akhirnya alia mengetahui sendiri saat ia membaca pesan pesan singkat yang rian kirimkan pada ku.

emosi alia pun semakin tak terhindarkan apalagi disaat itu rian mengirimkan pesan singkat yang menanyakan mengenai alia kepada ku. aku yang tidak terlibat secara langsung dalam urusan mereka menjadi ikut bingung, ditambah lagi dengan barang barang yang belum selesai ku kemas.

entah bagaimana mulanya, aku memiliki inisiatif untuk mempertemukan alia dan rian saat itu juga. karena waktu ku terbatas juga jadi aku minta rian untuk segera datang ke tempat ica dan aku bersama alia langsung meluncur ke tempat ica yang tak jauh dari tempat ku.

alia sempat tidak suka dengan keputusan ku itu, tapi aku meyakinkan dia bahwa masalah ini harus segera diselesaikan apalagi waktu ku di kota apel hari itu tak lama lagi karena aku bersama ica dan dwi akan ke pulau dewata. menunggu beberapa menit akhirnya rian pun datang.

suasana sempat terasa sangat tak mengenakan. ica yang merasa tak ingin ikut campur dengan gerak cepatnya memasang headset, sedangkan aku yang telah berjanji pada alia untuk membantunya berbicara pun mulai mengeluarkan kata demi kata yang ku susun agar terdengar lebih baik. pertikaian kecil dan adu pendapat terjadi beberapa kali. aku yang duduk diantara mereka berdua merasa sangat tidak nyaman karena sesungguhnya masalah tersebut adalah masalah mereka berdua.

singkat cerita, masalah tersebut sedikit menemui titik temu permasalahannya karena mereka berdua sama sama sudah mengungkapkan ganjalan yang selama ini mereka pendam masing masing. waktu untuk ku menjadi penengah mereka habis ketika dwi menelepon untuk segera berangkat. sebelum berpisah dengan mereka berdua, aku mengingatkan bahwa masalah tersebut harus diselesaikan saat itu juga walau tak ada aku sebagai penengah mereka.

selama perjalanan aku terus memikirkan masalah mereka hingga akhirnya mereka memberikan kabar padaku.

saat itu mudah saja bagi ku berkomentar, tapi sesungguhnya itu sangat sulit untuk dilalui. bagaikan gunung yang siap meledak bila ingat kejadian saat itu. akhirnya mereka menentukan keputusan yang dianggap paling baik bagi keduanya. aku merasa sangat lega walau sesungguhnya aku tak menginginkan mereka seperti itu.

sekarang, setelah masalah itu benar benar berakhir, ternyata dampaknya masih sangat terasa dan kurang mengenakan. rasanya aku ingin berkomentar, namun aku memutar kembali otak ku dan muncul kembali rangkaian kata "bagaimana jika aku jadi dia?". maka dari itu, aku lebih memilih untuk belajar dari hal itu. semoga masalah yang mereka alami tak akan pernah menimpa ku dan tak akan pernah mereka rasakan kembali.